Ekonom UI: Anggaran Subsidi BBM Bersubsidi Harus Dialihkan ke EBT

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, menyarankan pemerintah mulai mengalihkan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

Kenaikan harga BBM, kata dia, bisa menjadi momentum untuk melakukan reformasi kebijakan energi nasional.

“Ini menjadi kesempatan pemerintah untuk fokus melakukan transisi energi ke arah yang lebih hijau dan sustainable,” kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 5 September 2022.

Teguh menilai kenaikan harga BBM sejatinya adalah kebijakan terbaik yang harus diambil.

Kebijakan tersebut untuk menekan defisit APBN yang melebar di tengah tren kenaikan harga minyak dunia.

Apalagi, ia menilai, posisi Indonesia berat karena sebagai net importir BBM, harga pembelian minyak mentah harus menggunakan dolar dan ketentuan harga minyak dunia.

Akibatnya, terdapat selisih besar yang ditanggung APBN jika harga BBM tak dikerek.

Teguh mengatakan, selain APBN lebih sehat, penyesuaian harga BBM ini akan mengurangi konsumsi bahan bakar minyak dan impor minyak.

Dengan demikian, pemerintah bisa melonggarkan tekanan kepada nilai tukar rupiah ke depannya.

Pemerintah pun, kata dia, juga telah menerapkan kebijakan yang tepat, yaitu menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) sesaat sebelum menaikkan harga BBM.

BLT yang masuk ke dalam program bantuan sosial (bansos) itu menggunakan anggaran tambahan Rp 24,17 triliun.

“Pemerintah telah memiliki pengalaman yang cukup panjang terkait Bantuan Sosial dan cukup siap dengan penyesuaian harga BBM.

Dan juga patut diingat, saat pandemi Covid-19 kemarin pemerintah telah banyak memberikan bantuan sosial dan merupakan bentuk mitigasi dampak Covid-19,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan bantuan sosial atau bansos pemerintah untuk menghadapi dampak naiknya harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya BBM bersubsidi, bisa menekan angka kemiskinan sampai 1,07 persen.

Sri berujar bansos tambahan yang dianggarkan Rp 24,17 triliun itu merupakan bentuk kesadaran pemerintah bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi, jenis pertalite dan solar pasti akan memiliki dampak yang cukup luas, baik dari sisi inflasi juga dari sisi kenaikan jumlah kemiskinan.

“Berdasarkan hitungan dari penerima dan kalau hubungan dengan kemiskinan, dengan adanya bantuan tersebut, maka angka kemiskinan bisa ditekan lagi turun sebesar sekitar 1,07 persen,” ujar Sri dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 5 September 2022.

Kenaikan harga BBM ini sebelumnya disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

harga BBM bersubdisi naik mulai pukul 14.30 WIB, Sabtu lalu.

Hal tersebut disampaikan seiring diumumkannya kenaikan harga Pertalite, Pertamax, hingga Solar oleh Presiden Joko Widodo.

Arifin mengatakan untuk harga Pertalite telah diputuskan naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.

Kemudian Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter mejadi Rp 6.800 per liter, Pertamax dari Rp 12.500 per liter jadi Rp 14.500 per liter.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *